STORY OF FAILURE

cloud-failure

Sebenarnya kisah mengenai kegagalan sudah saya ceritakan dibagian sebelumnya, kisah keberhasilan atau story of success. Karena kita semua tahu bahwa kegagalan dan keberhasilan adalah satu paket yang tidak dapat dipisahkan. Munafik rasanya apabila kita mengaku tidak pernah mengalami kegagalan satupun dalam keberhasilan yang kita capai. Saya akan mencoba membeberkan lagi salah satu kisah kegagalan saya yang terjadi pada salah satu mata kuliah saya, yaitu Praktikum Algoritma dan Struktur Data 1 & 2 atau biasa kita sebut Praktikum ALPRO 1 & 2. Anak komputer mana coba yang tidak mengenal yang satu ini? Selama dua semester saya harus menyantap mata kuliah wajib ini. Kalau boleh saya jujur, sebenarnya saya baru mengenal ini sejak baru masuk dunia perkuliahan. Sebelumnya saya tidak pernah mengenalnya –pernah melihat tapi tidak mengenal. Praktikum ini mengharuskan setiap mahasiswa yang mengambil mata kuliah ini menggunakan logikanya untuk memecahkan masalah yang ada. Pertama kali saya mencoba, semua berjalan baik – baik saja. Sampai suatu ketika saya mulai merasa jenuh dengan semua ini dan justru bahasa, istilah, dan perintah yang digunakan semakin banyak! Saya paham bahwa ini adalah hanya dasar – dasar bahasa pemrograman dari sekian banyaknya bahasa pemrograman yang ada di permukaan bumi ini. Saya menggunakan bahasa pemrograman C++ pada waktu itu. Masalahnya, mungkin saya sangat newbie dengan semua ini. Berbeda dengan beberapa kawan saya yang sebelum masuk kuliah ini dia (mungkin) telah mendapat pengetahuan tentang bahasa ini. Namun saya berusaha semaksimal mungkin menggunakan logika dan kemampuan problem solving yang saya punya. Namun, kalau boleh saya jujur (lagi) bahasa ini memang sulit! Entah orang yang berkata “awalnya memang sulit, tapi kalau udah paham gampang kok..” mempunyai tingkat logika yang lebih tinggi atau memang saya kurang mampu menangkap inti dari bahasa pemrograman ini. Siang malam saya berkutat dengan ini semua, terutama dengan titik koma. Bahkan sampai tidur pagi pun saya jalani. Rasanya saya kurang memanfaatkan adanya Asisten Dosen (AsDos) padahal saya bisa bertanya apa saja mengenai apa yang tidak saya mengerti. Disaat yang lain sudah selesai dengan programnya, saya masih berkutat dengan perintah yang harus saya pakai. Disitu kadang saya merasa sedih… Kesalahan saya karena tidak banyak bertanya mengakibatkan saat responsi tidak bisa melakukan banyak hal, padahal open book ! Cemaslah saya. Karena bobot nilai terbanyak untuk setiap praktikum adalah saat responsi. Karena saat itu diuji semua yang telah kita pelajari selama satu semester ini. Dan akhirnya saya siap menerima apapun bentuk abjad yang nantinya keluar di Kartu Hasil Studi (KHS). Kalian tahu apa yang saya dapat? C! Saya tidak heran karena di Praktikum ALPRO 2 ini saya sadar kurang maksimal. Tapi yang saya herankan adalah, mengapa justru di Praktikum ALPRO 1 saya mendapat nilai A? Itu masih menjadi sebuah misteriii…

STORY OF SUCCESS

success_baby1

Mengenai kisah keberhasilan, tentu parameter keberhasilan menurut setiap orang pastilah menemui perbedaan. Persepsi keberhasilan tergantung dari sejauh mana kita berhasil mengalahkan rival kita. Atau bahkan mengalahkan ego diri sendiri. Salah satu keberhasilan yang sampai saat ini saya cukup banggakan adalah, bisa bergabungnya saya dengan Institusi Pendidikan yang terbilang cukup prestigious ini. Sejak saya lulus SMA pada tahun 2012 lalu, beribu jam saya habiskan untuk persiapan menjalani ujian masuk perguruan tinggi yang diselenggarakan secara Nasional. Persaingan yang gila – gilaan menuntut saya harus ekstra bersabar memandangi berbagai macam keindahan rumus, simbol, angka, senyawa, nama latin dan sebagainya. Sewaktu kelas XII SMA, saya bersama teman saya mengikuti bimbingan belajar. Sehabis pulang sekolah, gas-lah kita ke tempat bimbel. Pulang malam sudah hal yang wajar bagi saya. Namun saya menyadari, selama setahun pertama saya mengikuti bimbel, usaha saya kurang maksimal. Malas, ngantuk, effortless mengakibatkan saya gagal dalam ujian masuk perguruan tinggi nasional itu. Jalur undangan saya tidak lolos begitupun jalur ujian tertulis. Namun nasi sudah menjadi bubur, tinggal kita yang menentukan akankah rasa buburnya plain, atau kita ingin menambah bumbu, ataukah kita mencoba membuat nasi yang baru. Saya memutuskan untuk mencoba kembali kesempatan kedua. Saya akhirnya mengambil bimbel yang sama tapi dengan semangat belajar yang tentunya harus berbeda dari sebelumnya. Referensi pembelajaran terus saya cari sampai saya memahami dan mengerti apa yang dimaksud. Tidak sedikit kumpulan rumus yang sebetulnya sudah saya catat, kembali saya catat karena tidak menyadarinya kalau itu sudah dicatat (ngahaha XD). Karena kebetulan hobi saya adalah jalan – jalan, saya mencoba mendaftar dibimbel yang lokasinya agak jauh, berharap saya mendapat tentor yang mungkin cocok dengan saya. Tapi apalah daya, saya bertemu kembali dengan tentor yang sudah saya kenal. Tidak mungkin juga jika saya harus meminta untuk diganti dengan tentor sesuai keinginan saya. Akhirnya hal ini membuat saya paham bahwa ‘saya’lah yang harus diubah. Cara belajar saya yang dulu masih setengah – setengah, rasa malas yang mendominasi, pesimisme yang kadang menghadang, semua itu harus saya ubah. Semangat berubah untuk menjadi lebih baik sedikit demi sedikit mulai bermunculan. Program dan cara belajar yang lebih efisien mulai saya geluti. Saya hampir setiap malam belajar demi bisa menjawab soal – soal yang nanti akan dihadapkan saat ujian. Bahkan sering saya tidur larut malam karena masih harus berkutat dengan soal dan soal. Waktu berlalu, ujian semakin dekat. Doa tidak pernah putus dan usaha terus mengalir deras bak air hujan. Sampai akhirnya hari ujian itu tiba. Ujian yang pertama saya ikuti merupakan seleksi Nasional, dari seluruh penjuru Indonesia. Berhasil kah saya? Ternyata tidak! Saya gagal untuk yang ketiga kalinya. Semangat saya sempat runtuh saat itu. Saya mencoba mengikuti ujian jalur mandiri dari salah satu Universitas, gagal lagi! Saya sudah gagal sebanyak empat kali. Mungkin beberapa orang bilang, “sudahlah kuliah ditempat yang biasa saja”, “jangan memaksakan dirimu”. Namun saya tidak mau masa depan saya menjadi taruhannya. Akhirnya saya mencoba mengikuti ujian untuk yang kelima kalinya. Dan benar saja, saya lolos!! Alhamdulillah… Sekian lama saya menanti ucapan “Selamat” setiap saya membuka pengumuman hasil ujian. Ini adalah hasil kerja kerasku selama ini. Memang, orang yang benar – benar merasakan kepuasan dan kebahagiaan harus merasakan terlebih dahulu rasa takut, rasa cemas, rasa sakit yang sebetulnya itu adalah kunci untuk membuka pintu masa depan yang lebih indah. Namun apa sudah selesai perjuangan saya? Oh tidak.. Jangan kira ini adalah akhir dari perjuangan kita. Justru ini adalah pintu gerbang menuju kehidupan yang jelas – jelas persaingan dan kompetisinya akan menentukan siapa kita sebenarnya. Akan menentukan apakah kita ini adalah seorang yang bisa diandalkan atau malah menjadi beban.

CITA – CITA

bullseyeSewaktu saya kecil, saya dikasih tahu oleh kakak saya untuk mengisi isian “cita – cita” disebuah formulir dengan isian “Menjadi orang sukses”. Karena masih kecil, nurutlah saya dengan omongan kakak saya. Namun beberapa tahun belakangan, saya menyadari bahwa cita – cita kecil saya –untuk menjadi orang sukses, itu masih sangat luas pengertiannya. Mulailah saya mencari apa yang ingin saya cita – citakan.

Ternyata saya sadar bahwa cita – cita tidaklah hanya sekadar ingin jadi apa kita nanti. Tapi seperti apa kita setelahnya. Seperti apa kita akan dinilai oleh orang yang mengenali kita. Seberapa banyak misi yang akan kita capai, -karena hidup ini adalah sebuah kompetisi. Cita – cita saya banyak! Masuk Perguruan Tinggi favorit merupakan salah satu dari sekian banyak cita – cita saya, dan Alhamdulillah sudah tercapai. Menyaksikan langsung salah satu keajaiban dunia, Candi Borobudur, juga salah satu cita – cita saya. Aneh? Yap! But this life will not colorful and valuable without weird things. Pergi ke Perancis –Eiffel Tower, pergi ke Tanah Suci Mekah-Madinah. Itu adalah salah-empat cita – cita saya dari berquadrillion cita – cita saya yang lainnya.

eiffel-tower-150x150Sejak saya mengenyam bangku kuliah, saya mulai belajar bahasa Perancis (français) secara otodidak. Berawal dari tutorial yang ada di youtube, kamus yang mudah diunduh, film yang berbahasa Perancis, dan lagu yang berbahasa Perancis mulai saya pelajari. Jika kalian mengenal Anggun Cipta Sasmi, penyanyi asal Indonesia yang sekarang berkarier di Benua Eropa tepatnya Perancis dan menjadi Warga Negara Perancis, saya sebenarnya mulai mengagumi Perancis berkat karya – karya dari Mba Anggun, begitu sapaan dia. Selain itu, menurut saya membahagiakan orang tua adalah suatu kewajiban setiap anak. Karenanya saya tidak mencantumkan ‘membahagiakan orang tua’ dalam list cita – cita saya. Because I believe, kehadiran kita di dunia ini sebenarnya sudah menjadi kebahagiaan semua orang tua. Kita hadir di dunia ini dalam keadaan menangis dan orang disekitar kita tersenyum. Bisakah kita meninggalkan dunia ini dalam keadaan tersenyum, sedangkan orang disekitar kita menangis.

WHO AM I?

3707187124_546942ec87

“Who am I?” Hmm.. Sesuatu yang menarik untuk diangkat ke permukaan. Semakin usia orang bertambah, semakin bertambah pula kesadarannya akan keberlangsungan hidupnya di dunia ini. Apa sebenarnya fungsi kita di muka bumi ini? Tidak lain adalah sebagai pemimpin. Pemimpin untuk apa dan untuk siapa? Siapakah sebenarnya kita? Baiklah, semua pertanyaan ini lebih baik kita simpan untuk konsumsi diri kita sendiri.

By the way, siapa diri saya, saya adalah seseorang yang sejak 3 tahun terakhir tersadar dari keasikan kehidupan menyendiri. Bisa dibilang, saya yang dulu adalah orang yang agak sedikit introvert. Asik dengan dunianya sendiri, lebih banyak menghabiskan waktu dalam kamar ketimbang mengobrol dengan orang, tidak pandai bergaul, pasif, agak pendiam, dan kadang pemalu.

IntrovertsTAPI, itu dulu.. Setiap orang mampu dan berhak untuk berubah sesuai kondisi yang dia kehendaki. Saya mulai membuka diri saya dengan keadaan sekitar dan menyadari bahwa cukup banyak yang tidak aku ketahui. Saya mulai menyadari segala bentuk kekurangan, kelebihan, apa yang harus saya pertahankan, apa yang sebaiknya saya perbaiki, dan mulai memahami diri saya secara perlahan. Saya yang tadinya memilih aman daripada mengambil resiko, berusaha untuk lebih open mind terhadap hal yang baru. Tersadar bahwa mengambil resiko jauh lebih valuable daripada mencari aman bahkan yang lari dari kenyataan. Saya orang yang suka jalan – jalan, melihat cantiknya alam, atau bahkan hanya melihat kendaraan lalu lalang. Bagi saya itu adalah suatu hiburan tersendiri. Saya orangnya suka hal yang baru, hal yang sedikit menantang, namun terkadang saya juga plin – plan dalam memilih atau menentukan sesuatu karena pertarungan argumen antara hati dan pikiran. Seiring berjalannya waktu, saya mengambil pelajaran dari apa yang sudah saya lakukan dimasa lalu. Pengalaman adalah guru terbaik. Saya berpikir jika saya bertahan dengan ‘kepasifan’ saya dimasa lalu, saya akan tertindas oleh jaman. Saya tidak mau seperti itu. Saya masih muda, masih mempunyai mimpi yang harus diwujudkan. Biarlah saya bekerja keras disaat muda daripada harus bekerja keras dimasa tua. Semua yang terjadi kepada saya, saya anggap sebagai bumbu penyedap kehidupan saya. Saya membiarkan diri saya merasakan dampak dari yang saya perbuat. Bersepakat dengan konsekuensi dari apa yang telah saya kerjakan. Dan mempertanggung jawabkan apa yang telah saya katakan.

Entah kenapa, saya merasa mempunyai jaringan komunikasi yang lebih baik diluar sana daripada disekitar lingkungan yang telah lama saya kenal. Memang, masih tersisa sifat introvert saya yang dulu dan sepertinya tidak dapat hilang, mungkin bisa berkurang.

Pada hakekatnya, karakter kita terbentuk dari berbagai pengalaman orang dan pengalaman diri sendiri. Apa yang kita keluarkan dari dalam diri kita –dalam hal ini perkataan, perbuatan, balas budi, adalah hasil akumulasi dari berbagai macam referensi yang kita dapat dari bermacam pengalaman yang kita ketahui. Jadi, sangat sulit kita menjadi pure diri kita sendiri.

Kadang saya mampu menyampaikan apa yang saya rasakan, tapi tidak sering hanya memendam dalam hati. Saya sempat menikmati dunia presentasi, dimana saya berdiri didepan banyak orang, at least teman sekelas saya waktu sekolah dulu dan berbicara bak orang jenius.

Pernah dalam suatu perkumpulan, yang diawal – awal saya terlihat sangat antusias, ketika saya selesai menyampaikan pendapat saya, tak lama kemudian tidak terdengar lagi suara saya.