Mengenai kisah keberhasilan, tentu parameter keberhasilan menurut setiap orang pastilah menemui perbedaan. Persepsi keberhasilan tergantung dari sejauh mana kita berhasil mengalahkan rival kita. Atau bahkan mengalahkan ego diri sendiri. Salah satu keberhasilan yang sampai saat ini saya cukup banggakan adalah, bisa bergabungnya saya dengan Institusi Pendidikan yang terbilang cukup prestigious ini. Sejak saya lulus SMA pada tahun 2012 lalu, beribu jam saya habiskan untuk persiapan menjalani ujian masuk perguruan tinggi yang diselenggarakan secara Nasional. Persaingan yang gila – gilaan menuntut saya harus ekstra bersabar memandangi berbagai macam keindahan rumus, simbol, angka, senyawa, nama latin dan sebagainya. Sewaktu kelas XII SMA, saya bersama teman saya mengikuti bimbingan belajar. Sehabis pulang sekolah, gas-lah kita ke tempat bimbel. Pulang malam sudah hal yang wajar bagi saya. Namun saya menyadari, selama setahun pertama saya mengikuti bimbel, usaha saya kurang maksimal. Malas, ngantuk, effortless mengakibatkan saya gagal dalam ujian masuk perguruan tinggi nasional itu. Jalur undangan saya tidak lolos begitupun jalur ujian tertulis. Namun nasi sudah menjadi bubur, tinggal kita yang menentukan akankah rasa buburnya plain, atau kita ingin menambah bumbu, ataukah kita mencoba membuat nasi yang baru. Saya memutuskan untuk mencoba kembali kesempatan kedua. Saya akhirnya mengambil bimbel yang sama tapi dengan semangat belajar yang tentunya harus berbeda dari sebelumnya. Referensi pembelajaran terus saya cari sampai saya memahami dan mengerti apa yang dimaksud. Tidak sedikit kumpulan rumus yang sebetulnya sudah saya catat, kembali saya catat karena tidak menyadarinya kalau itu sudah dicatat (ngahaha XD). Karena kebetulan hobi saya adalah jalan – jalan, saya mencoba mendaftar dibimbel yang lokasinya agak jauh, berharap saya mendapat tentor yang mungkin cocok dengan saya. Tapi apalah daya, saya bertemu kembali dengan tentor yang sudah saya kenal. Tidak mungkin juga jika saya harus meminta untuk diganti dengan tentor sesuai keinginan saya. Akhirnya hal ini membuat saya paham bahwa ‘saya’lah yang harus diubah. Cara belajar saya yang dulu masih setengah – setengah, rasa malas yang mendominasi, pesimisme yang kadang menghadang, semua itu harus saya ubah. Semangat berubah untuk menjadi lebih baik sedikit demi sedikit mulai bermunculan. Program dan cara belajar yang lebih efisien mulai saya geluti. Saya hampir setiap malam belajar demi bisa menjawab soal – soal yang nanti akan dihadapkan saat ujian. Bahkan sering saya tidur larut malam karena masih harus berkutat dengan soal dan soal. Waktu berlalu, ujian semakin dekat. Doa tidak pernah putus dan usaha terus mengalir deras bak air hujan. Sampai akhirnya hari ujian itu tiba. Ujian yang pertama saya ikuti merupakan seleksi Nasional, dari seluruh penjuru Indonesia. Berhasil kah saya? Ternyata tidak! Saya gagal untuk yang ketiga kalinya. Semangat saya sempat runtuh saat itu. Saya mencoba mengikuti ujian jalur mandiri dari salah satu Universitas, gagal lagi! Saya sudah gagal sebanyak empat kali. Mungkin beberapa orang bilang, “sudahlah kuliah ditempat yang biasa saja”, “jangan memaksakan dirimu”. Namun saya tidak mau masa depan saya menjadi taruhannya. Akhirnya saya mencoba mengikuti ujian untuk yang kelima kalinya. Dan benar saja, saya lolos!! Alhamdulillah… Sekian lama saya menanti ucapan “Selamat” setiap saya membuka pengumuman hasil ujian. Ini adalah hasil kerja kerasku selama ini. Memang, orang yang benar – benar merasakan kepuasan dan kebahagiaan harus merasakan terlebih dahulu rasa takut, rasa cemas, rasa sakit yang sebetulnya itu adalah kunci untuk membuka pintu masa depan yang lebih indah. Namun apa sudah selesai perjuangan saya? Oh tidak.. Jangan kira ini adalah akhir dari perjuangan kita. Justru ini adalah pintu gerbang menuju kehidupan yang jelas – jelas persaingan dan kompetisinya akan menentukan siapa kita sebenarnya. Akan menentukan apakah kita ini adalah seorang yang bisa diandalkan atau malah menjadi beban.